Di
tengah kisah-kisah sedih berbagai perpustakaan kampus di Indonesia,
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) justru sangat
menggairahkan. Kampus yang didirikan tahun 1952 itu memiliki sebuah
perpustakaan berstandar internasional yang siap melayani pengunjungnya
sejak pukul 09.00 sampai 21.00, baik hari kerja maupun libur. Bisa
dikatakan, perpustakaan USU tidak pernah tutup.
Untuk
melayani pengunjung, perpustakaan USU selain melayani dengan cara
manual juga melayani dengan sistem jaringan pengaksesan melalui komputer
(networking online) dari pencarian bahan sampai peminjaman. Pengaksesan
melalui komputer ini bisa dilakukan di semua jurusan di USU, bahkan di
mana pun di dunia ini lewat alamat web site http://library.usu.ac.id.
Dengan
klik pada mouse, dalam tempo tak sampai satu menit judul buku atau
biodata tentang seorang tokoh atau referensi tertulis yang kita
butuhkan, misalnya, sudah tersedia di layar monitor komputer. Setelah
judul buku atau judul jurnal ditemukan di layar, untuk meminjamnya tak
sulit. Pelayanan manual dilakukan hanya dengan menunjukkan kartu tanda
anggota kepada petugas pengecekan. Kemudian, barcode yang ada di buku
diakses oleh komputer. Selesai. Begitu juga sebaliknya jika ingin
mengembalikan buku yang dipinjam selama dua minggu tersebut. Sangat
modern dan tidak berbelit-belit. Dengan cara yang komputerisasi ini, semua buku jelas terlacak jejaknya dan tercatat dengan baik.
Nama : Ahmad Ridwan Siregar MLib
Tempat Tanggal Lahir : Padang Sidempuan, 25 November 1953
Ahmad Ridwan Siregar MLib, yang
menjadi "arsitek" atau "desainer" sistem perpustakaan USU ini. Ia
memulai karier sebagai pustakawan di perpustakaan USU sejak tahun 1991,
sekembali tugas belajar mengambil program studi perpustakaan di
University of Wales, Inggris.
Padahal,
ketika di Inggris itu ia mendapat tawaran langsung melanjutkan studi
strata 3 (S3) di tempat yang sama oleh profesor ahli perpustakaan di
kampusnya, Prof William Son. Bahkan untuk membujuk Ridwan Siregar agar
mau melanjutkan lagi, kepada Ridwan Siregar khusus dikirim formulir
pengisian persetujuan melanjutkan studi ke S3. Biasanya, sang mahasiswa
yang memohon untuk mendapatkan formulir itu.
Ridwan
menolak tawaran melanjutkan pendidikan tersebut dan lebih memilih
menjadi kepala Perpustakaan USU sebagaimana ditawarkan Rektor USU-ketika
itu M Yusuf Hanafiah. Ia merasa terpanggil untuk mengurus perpustakaan
karena menurutnya sudah masanya USU memiliki perpustakaan yang
representatif.
Menurut
Ridwan, ia punya obsesi tersendiri tentang perpustakaan yang baik di
almamaternya itu. Padahal, jabatan menjadi kepala perpustakaan hingga
kini selalu diasumsikan sebagai tempat pembuangan para dosen karena
tempatnya kering.
Ridwan
mengakui tak mudah mereformasi perpustakaan di kampus USU. Ia harus
bekerja keras melakukan pembaruan dari berbagai sudut. Dari manajemen
perpustakaan saja sudah banyak hal harus dirombak. Juga, ia harus
membuat struktur personalia dan pengaturan tata ruang perpustakaan yang
ideal. Namun, yang paling membikin pusing katanya adalah masalah
pendanaan atau budgeting perpustakaan.
Saat Ridwan
datang kembali di USU tahun 1991, kondisi Perpustakaan USU tak jauh
berbeda dari sekadar tempat penyimpanan buku-buku alias "gudang". Ia merasa sedih sekali sebab perpustakaan adalah salah satu jantung perguruan tinggi.
Umumnya,
buruknya kondisi perpustakaan terjadi karena kondisi manajemen dan
struktur personal perpustakaan tidak mendukung. Pada tahun 1991 itu di
Perpustakaan USU hanya ada kepala perpustakaan dan kepala tata usaha
ditambah staf beberapa orang. Dengan jumlah personel semacam ini tentu
tak mungkin mampu mengurusi ratusan ribu buku untuk 20.000 mahasiswa dan
1.700 dosen.
Ayah
dari seorang putra dan dua putri buah perkawinannya dengan Hasanah
Lubis ini lalu bertekad harus berani mengubahnya secara total. Struktur
manajemen pengurusan di perpustakaan bukan hanya ada di bawah seorang
kepala perpustakaan dan kepala tata usaha saja, tetapi harus terbagi
dalam sejumlah bagian yang berbeda-beda tugasnya.
Pembagian
ini misalnya: tata usaha terdiri dari kesekretariatan, keuangan,
kerumahtanggaan, sekuriti, dan penjaga tas. Kemudian ada sekretaris unit
yang membawahi petugas bagian pengadaan, pengatalogan dan perawatan,
serta pelayanan pengguna.
Ia juga
melakukan penataan ruang baca, ruang buku, pengadaan buku, pengadaan
jurnal, pengadaan bahan digital, pengatalogan buku, nonbuku, perawatan
pustaka, sampai koleksi khusus.
Ketika Ridwan
mulai memimpim perpustakaan USU, anggaran yang disediakan universitas
hanya Rp 35 juta sampai Rp 40 juta setahun. Padahal, dalam standar
internasional, anggaran belanja perpustakaan adalah sebesar enam persen
dari total operasional sebuah perguruan tinggi (PT) yang artinya
seharusnya berlipat kali dari jumlah 35 juta itu.
Hasil
kerja keras Ridwan dan kawan-kawan tidaklah sia-sia. Perpustakaan USU
bisa meraih peringkat terbaik di seluruh Indonesia dalam model manajemen
dan operasional pada tahun 1995. Penilaian itu dilakukan oleh Higher
Education Development Support bekerja sama dengan United State Agency
for International Development.
Menurut Ridwan, jika
ingin menjadikan perpustakaan sebagai pusat kebudayaan, tidak bisa
tidak, anggaran perpustakaan harus dinaikkan enam persen. Oleh Rektor
USU Prof Chairuddin P Lubis anggaran sebesar enam persen pun diwujudkan
dengan memperoleh Rp 508,537 juta tahun 1996, kemudian naik tahun 2001
ini menjadi Rp 800 juta lebih.
Berdasarkan survei
tahun 2000, indeks pengunjung perpustakaan USU meningkat tajam sebanyak
686.835 orang atau 13.000 lebih dalam seminggu. Padahal, tahun 1991
lalu jumlah pengunjung itu hanya 30.000 orang pertahun. Kenaikan 2.300
persen.
Sistem
komputerisasi dijalankan sejak tahun 1996. Jumlah petugas kini 72
orang, (21 pustakawan, 15 pendidikan perpustakaan, tujuh pegawai, tujuh
Satpam, dan belasan tenaga honorer) yang siap melayani.
Gedung
perpustakaannya pun megah, berdiri di atas lahan seluas 6.000 meter
persegi dengan bangunan empat tingkat. Kini di dalamnya tersedia 108.595
judul berbagai koleksi dalam jumlah 427.085 eksemplar. Koleksi ini
meliputi buku, jurnal (cetak dan mikrofis), kaset audio, disket
komputer, CD-Rom (database, multimedia dan fulltext), juga deposit USU.
Bahkan
perpustakaan USU sejak tahun 2000 juga memiliki deposit (proceedings)
Asian Development Bank dan deposit World Bank, yang tidak semua
perpustakaan di perguruan tinggi Indonesia memilikinya.
Sumber :
http://www.infoperpus.8m.com/news/2001/02022001_2.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar