ANCAMAN ASAM
Seiring peningkatan CO2 hewan bercangkang mungkin akan punah
Makhluk kecil didekat dasar rantai makanan di laut menjalani hidup yang berbahaya. Kini mereka menghadapi ancaman buatan manusia. Bukan, kali ini bukan pemanasan global, walau akar penyebabnya sama.
Seiring meningkatnya karbon dioksida (CO2) di atmosfir, zat itu tak hanya memanaskan bumi, tetapi juga larut dalam air samudra dan menjadikanya lebih asam. Bagi hewan yang membuat cangkang, itu berarti lingkungan yang korosif, bahkan mematikan.
Lautan adalah penampung alami CO2, lautan sudah menyerap seperempat lebih dari jumlah yang di lepaskan ke atmosfer. Pada zaman sekarang, kita menghasilkan CO2 dalam jumlah besar-lonjakan yang dimulai lebih dari seabad silam saat pabrik, pembangkit tenaga listrik dan mobil mulai melahap bahan bakar fosil. Kini laut sudah menyerap kelebihan CO2 sebanyak 25 juta ton sehari dan pengaruhnya mulai terlihat
Sejauh ini belum ada pengaruh buruk yang tercatat di lautan terbuka , tetapi ancamannya jelas. Setelah diserap oleh air laut, CO2 bereaksi membentuk asam karbonat yang mengubah air yang tadinya basa menjadi asam.
Dalam prosesnya, sisa ion karbonat yang terapung semakin sedikit- padahal banyak organisme laut, termasuk kerang dan karang, bergantung pada karbonat dari air laut untuk membangun cangkang.
Pengguna mineral aragonite-jenis kalsium karbonat yang sangat larut-paling terancam. Ini termasuk keong pteropoda kecil, salah satu makanan bagi ikan yang pentng secara komersial, seperti ikan salem. Model computer memperkirakan, perairan kutub akan menjadi berbahaya bagi pteropoda dalam waktu 50 tahun.
Pada 2100, habitat untuk banyak spesies bercangkang mungkin sudah menyusut secara drastic yang berdampak ke seluruh rantai makanan. Ketika pengasaman mencapai daerah tropis, “ini kiamat bagi terumbu karang”. Kata ahli oseanografi Carnegie Institution, Ken Caldeira.
Jika tren saat ini berlanjut, dia meramalkan bahwa kelak terumbu hanya akan bertahan hidup di suaka yang ditembok dan derajat keasamananya dikendalikan.
Pada masa lalu geologis, lonjakan besar CO2 dan gas rumah kaca lainya pernah mengasamkan samudra, tetapi keseimbangan pulih kembali saat lautan menyimpan kelebihan CO2 dalam mineral di dasar laut.
Kali ini, kepulihan alam mungkin berlangsung lambat. “emisi kita besar sekali sekali jika kita bandingkan dengan lonjakan alami,” kata Caldeira. “kalau emisi bisa dihentikan selama 10.000 tahun, proses alami mungkin bisa menangani sebagian besar di antaranya. “kita menghasilkan jauh lebih cepat daripada yang mampu ditangani oleh lautan. –JSH
SUMBER : NATIONAL GEOGRAPHIC, NOVEMBER 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar